Ekonomi Kearifan Upaya Melestarikan Kemanusiaan

Ekonomi Kearifan

Modernis.co, Malang – Sikap hidup yang mencari kepuasan dalam mengejar harta kekayaan. Dengan kata lain materialisme tidak sesuai dengan dunia ini. karena tidak mengandung asas pembatasan diri, sedangkan lingkungan yang melandasinya sangat terbatas.

Sekarang ini saja sudah kita dengar jeritan lingkungan hidup karena menderita tekanan-tekanan tertentu yang sudah melampaui batas. Apabila kita berhasil “memecahkan” satu masalah, maka muncullah sepuluh masalah yang merupakan akibat dari “pemecahan” tersebut. Seperti kata Profesor Barry Commoner, masalah-masalah baru itu bukannya akibat kegagalan di sana-sini tetapi justru akibat dari sukses teknologi.

Sekarang saja telah banyak bukti bahwa, sistem alam yang seimbang itu dari berbagai segi dan pada berbagai bidang makin lama makin kehilangan keseimbangannya. Dengan perkataan lain, keadaan tak seimbang itu mungkin tidak lagi terbatas pada satu tempat tertentu, tetapi meluas.

Kalau proses itu dibiarkan terus, akan makin sukar membendungnya bahkan sekarang pun barangkali sudah tak mungkin. Jelaslah bahwa ide pertumbuhan ekonomi yang tak terbatas, yang terus menerus, sampai setiap orang jenuh kekayaan, perlu dipersoalkan dengan serius sekurang- kurangnya dalam dua hal; ada atau tidaknya sumber daya baku, dan kemampuan lingkungan hidup menyerap campur tangan yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi itu.

Demikianlah yang mengenai segi material dari masalah ini. Sekarang marilah kita tinjau beberapa segi non-material.

Tak dapat diragukan lagi bahwa ide memperkaya diri itu mempunyai daya tarik yang sangat kuat pada manusia. Keynes, dalam tulisannya yang telah saya kutip di atas mengatakan, belum tiba saatnya untuk “kembali ke beberapa asas dari ajaran agama dan tradisi, bahwa serakah adalah jahat, maka riba bertentangan dengan hukum, dan bahwa cinta akan harta adalah hina.”

Kemajuan ekonomi, katanya adalah, hanya bisa dicapai jika kita memanfaatkan nafsu manusiawi yang egoistis, yang ditentang oleh semua agama dan kebijaksanaan tradisional.

Ekonomi modern digerakkan oleh nafsu serakah, apakah sebab-sebab serupa itu dapat terus efektif untuk jangka waktu yang cukup lama ataukah mengandung benih kehancurannya sendiri. Dengan pernyataan bahwa, “yang buruk itu berguna dan yang baik tidak berguna”, maka Keynes mengajukan suatu pernyataan tentang fakta, dan pernyataan itu boleh jadi salah, atau barangkali kelihatan betul dalam jangka waktu yang pendek, tetapi ternyata salah dalam jangka yang panjang

Manakah yang sungguh-sungguh betul? Saya rasa sekarang cukup bukti-bukti yang menunjukkan bahwa pernyataan tersebut salah. Kalau sifat-sifat jahat manusia, seperti serakah dan iri hati, dikembangkan secara sistematis, maka akibat yang tak dapat dihindarkan lagi adalah runtuhnya kecerdasan.

Orang yang dikuasai oleh nafsu dan iri hati kehilangan kemampuannya melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, melihat segala sesuatu dalam keutuhan dan keseluruhannya, dan kesuksesannya justru merupakan kegagalannya.

Kalau sifat-sifat jahat itu menguasai seluruh masyarakat, maka walaupun mereka dapat mencapai hal-hal yang menakjubkan, namun makin lama mereka makin kehilangan kemampuan memecahkan masalah yang paling sederhana dari kehidupan sehari-hari (Schumacher, 2003).

Singkatnya, sekarang dapat kita katakan bahwa manusia telah terlalu pintar untuk dapat melangsungkan kehidupannya tanpa kearifan (wisdom). Orang yang berjuang untuk mencapai perdamaian haruslah pertama-tama bekerja untuk memulihkan kearifan.

Pernyataan bahwa, “yang buruk itu berguna dan yang baik tidak berguna” adalah bertentangan dengan kearifan. Harapan bahwa usaha memperoleh kebaikan dan kebaikan itu dapat ditunda sampai kita memperoleh kemakmuran yang merata, dan bahwa dengan mengejar harta kekayaan tanpa memikirkan masalah spiritual dan moral kita dapat menegakkan perdamaian di atas bumi ini adalah harapan yang tidak realistis, harapan yang ilmiah dan tak masuk akal.

Selama ini kita belum mencapai hasil yang memuaskan, kearifan itu barangkali bisa kita abaikan sementara dalam ilmu ekonomi, ilmu pengetahuaan dan teknologi; tetapi karena kita sekarang telah mencapai hasil yang sangat memuaskan, masalah kebenaran spiritual dan moral itu jadi sangat memprihatinkan.

Pandangan Ekonomi Kearifan

Dari sudut ekonomi, inti pengertian kearifan adalah kelestarian. Kita harus belajar ilmu ekonomi kelestarian. Dari segi ekonomi tak ada yang dapat dipandang bijaksana kecuali jika kelangsungannya untuk jangka waktu yang panjang dapat terus diproyeksikan tanpa sampai pada kemustahilan.

Pertumbuhan sampai ke tujuan tertentu, itu mungkin, tetapi pertumbuhan yang umum dan tak terbatas adalah tak mungkin. Benarlah agaknya kata Gandhi, bahwa: “bumi menyediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, tetapi tidak untuk memuaskan keserakahan.”

Kelestarian itu tidak sesuai dengan sikap hidup rampas merampas yang menerima gembira. pandangan bahwa “apa yang dahulu kemewahan bagi orang tua kita sekarang telah menjadi kebutuhan hidup kita sehari-hari.”(Schumacher, 2003).

Pemupukan dan pengembangan kebutuhan bertentangan dengan kearifan. Juga bertentangan dengan kebebasan dan perdamaian. Setiap kenaikan kebutuhan biasanya juga meningkatkan ketergantungan pada kekuatan kekuatan dari luar yang tak bisa dikendalikan, dan karena itu menambah ketakutan menghadapi hidup.

Hanya dengan mengurangi kebutuhan, kita dapat benar-benar mengurangi ketegangan-ketegangan yang merupakan penyebab sebenarnya percekcokan dan peperangan.

Ekonomi kelestarian berarti perubahan arah bagi ilmu dan teknologi ilmu. Teknologi harus membuka pintunya lebar-lebar dan memasukan kearifan ke dalam strukturnya. Pemecahan ilmiah atau teknologis yang meracuni lingkungan hidup atau meruntuhkan struktur sosial dan martabat manusia tidak ada faedahnya, betapapun cemerlang rencananya atau pun betapa besar daya tariknya kelihatannya.

Mesin yang makin bertambah besar, yang berarti konsentrasi kekuasaan ekonomi yang makin besar dan menimbulkan kerusakan yang makin besar pada lingkungan hidup sama sekali bukan kemajuan, tetapi berarti menolak kearifan. Kearifan menghendaki suatu orientasi yang baru dari ilmu dan teknologi ke arah yang organik, yang lembut, yang tanpa kekerasan yang molek dan mungil.

Lebih lanjut, dari sudut ekonomi, hidup kita yang salah itu adalah terutama bahwa secara sistematis kita memupuk keserakahan dan iri hati, dan dengan demikian membangkitkan aneka ragam keinginan yang sama sekali tak dapat dibenarkan.

Dosa serakah itulah yang telah menyerahkan kita pada kekuasaan mesin. Jika manusia modern itu tidak diperbudak oleh keserakahan, diperkuat oleh iri hati bagaimana mungkin nafsu hedonisme itu tidak mereda bila mana tingkat hidup yang lebih tinggi telah tercapai, dan bahwa justru masyarakat yang kayalah yang selalu mengejar keuntungan ekonomis mereka dengan tidak memperdulikan apapun juga.

Mengabaikan, bahkan menolak, kearifan sudah demikian jauhnya sehingga kaum cendekiawan kita sedikitpun tidak mengerti apa artinya. Akibatnya, mereka selalu cenderung kalau mengobati penyakit menginsentifkan sebabnya.

Seperti yang telah dibicarakan di atas, penyakit itu disebabkan oleh karena kecerdikan dibiarkan menggantikan kearifan. Karena itu, betapapun cerdik penelitian yang dilakukan, tak mungkin menemukan obatnya.

Fitrah TA
Fitrah TA

Pegiat Isu Keislaman dan Keindonesiaan

Leave a Comment